Friday, July 27, 2007

Fly is Cheap

Note: this was written shortly before that Adam Air accident in Makassar strait. After the accident I felt it was rather insensitive to post it. Just when I about to post it again, Garuda had an accident in Yogyakarta. So I delayed it and it was forgotten. The recent ban for Indonesian Airliners to fly to Europe reminds me about this article. Plus, the fact that I have to fly Air Asia to Bali 2 days from now somehow jog my memory on this funnily bitter experience flying with an Indonesian Airliner, the one with the slogan: (sic) Fly is Cheap

**

Lion (lagi-lagi) mengalami kecelakaan. Kali ini di bandara Hasanuddin, Makassar. Sedihnya, banyak yang udah ‘mati rasa’ denger kecelakaan Lion. Udah terlalu sering sih. Biarpun tau resikonya, tapi masih banyak juga orang yang memilih terbang pakai Lion. Salah satunya, ya gue ini lah.


Sebagai commuter yang bekerja di Makasar tapi berakhir pekan di Jakarta, keadaan memaksa gue jadi pelanggan Lion Air. Ya gitu deh, satu satunya alasan memilih Lion adalah karena keadaan, yaitu harga tiketnya yang murah. Ini jadi penting karena frekuensi terbang gue yang cukup tinggi.

Masalah keamanan dan layanan nggak usah ditanya deh, tau kok kalau Lion nggak bisa terlalu diharapkan. Tapi di satu titik rasanya kita tetap harus mengambil batas, antara mana layanan yang nggak bagus dan mana layanan yang nggak bisa diterima.

Contoh layanan yang nggak bagus tapi masih bisa diterima adalah pada saat pesawat dari Makasar ke Balikpapan ditunda selama 4 jam. Kenapa masih bisa diterima? Karena pada saat suntuk menunggu, gue liat berita di tv: sejumlah penumpang di Ambon mengamuk karena sudah 4 hari menunggu nggak diberangkatin juga. Apalah artinya 4 jam kalau dibandingkan dengan 4 hari...

Sedangkan rentetan peristiwa berikut adalah contoh layanan yang nggak bisa diterima.

Dari Jakarta gue mau balik ke Makasar menggunakan Lion. Waktu antri di terminal 1 (terminal khusus Lion), gue lihat ada bapak yang ngotot masuk ke tempat check in biarpun nggak punya tiket. Alasannya mau antar saudaranya yang nggak biasa naik pasawat. Sempat bertengkar hebat dengan penjaga, entah gimana akhirnya gue lihat bapak itu berhasil masuk. Sebelnya gue lihat dia dia ketawa puas waktu cerita kejadian itu sama saudaranya. Nggak tau aturan banget.

Okelah, karena sebenernya hal itu nggak langsung terkait sama pelayanan Lion. Selanjutnya gue dipersilahkan menunggu di lounge lion. Bolehlah ini, tapi gue lihat semua minuman dan makanan udah abis. Air dari water dispenser? Ada sih, cuman area mengambilnya kayak comberan karena air yang tumpah nggak cepat dibersihkan. Tapi kepaksa deh, haus sih. Jadi gue ambil gelas bersih yang ada di meja buat ambil air.

Di atas tempat gelas itu ada tulisan “GELAS BERSIH”, bingung juga karena gue nggak ngeliat gelas kotor. Kalau nggak kotor pasti bersih kan? Ah mungkin buat memperjelas aja. Tapi ternyata gue baru ngerti ada maksudnya tulisan tadi, yaitu buat meyakinkan pemakainya. Ini karena ternyata gelas untuk mengambil air tadi ternyata masih menyisakan rasa juice di dalamnya. Coba bayangin kalau nggak ada tulisan tadi, petugas pasti kesulitan:

(Tamu/T): Mas gelasnya bersih nggak sih?
(Petugas/ P): Bersih pak
(T) Kok bisa, masih ada rasa juice-nya nih? Yang bener dong.
(P) Pasti pak, itu kan ada tulisannya “GELAS BERSIH”
(T) Iya juga ya.

Mmm, begitu ya. Gue jadi tau kalau gue udah kehabisan: juice jeruk (dari sisa minuman tadi), lemper (dari bungkus yang ada di tempat sampah) dan kolak (dari panci kosongnya).

Nah karena gue mau merokok gue masuk ke ruangan khusus merokok. Nyaman juga, karena nggak banyak orang di dalamnya. Sembari duduk gue menikmati rokok dan…segelas air putih rasa juice jeruk. Lumayanlah daripada nggak ada. Tiba-tiba gue melihat ada sesuatu yang bergerak cepat di antara kaki kursi. Apakah itu adalah…? Ah masak sih di lounge gini ada yang seperti itu? Sampai akhirnya gue bisa jelas ngeliat apakah itu, dan ternyata benar: ada tikus saudara-saudara!

Sudahlah, gue tunggu di ruang tunggu aja, ngapain urusan sama tikus yang wira-wiri. Pesawat ternyata di-delay 1 jam seperti biasa, tapi seperti gue bilang tadi: ini masih bisa diterima. Begitulah, penumpang kemudian dipanggil naik pesawat. Di dalam semua sibuk mencari dan menaikkan bawaannya ke cabin luggage.

Pas gue mau duduk, lho kok ada orang lain di kursi gue? Lagi asik ngobrol pula dengan teman sebelahnya. Males berususan langsung, gue tunjukin tiket gue ke pramugarinya dan nanya, “Mbak ini gimana ya kursi saya kan di sini”. Biasanya kalau di Garuda, pramugarinya langsung menegur penumpang ‘gelap’ tadi dan mempersilahkannya duduk di kursi yang bener. Makanya gue kaget karena ternyata malah gue yang disuruh berdiri, “tunggu sebentar pak”. Penasaran mau tau kelanjutannya, gue berdiri terus di situ. Karena agak lama nggak ditanggapin, begitu pramugari tadi lewat gue nanya lagi dong. Tau nggak, dengan santainya dia bilang, “udah pak, duduk di situ aja”, sambil nunjuk kursi kosong yang kemungkinan besar kursi aslinya penumpang ‘gelap’ tadi.

Karena udah capek ya sudahlah gue terima aja. Awas aja kalau ada masalah lagi. Begitu duduk gue langsung tidur bahkan sebelum take-off. Lagi enak tidur cukup lama tau-tau gue dibangunin sama pramugari yang sama. Rupanya dia mau ngasih… segelas air mineral kemasan. Arrgh, mbak kalau lagi tidur gini mbok ya taruh aja di meja situ kenapa sih? Demi segelas air sampai tega bangunin orang tidur, sok penting banget. Mending kalau dikasih makan kayak di Garuda.

Untungnya nggak ada kejadian aneh lagi sampai gue turun dari pesawat. Ya gitu deh pengalaman dengan Lion. Mau protes rasanya juga gimana gitu, karena tiketnya memang murah. Kayak lawakan kuno itu: penumpang becak yang nawar ongkos murah banget dan ternyata becaknya kemudian terguling. Waktu dia marah-marah, abang becaknya dengan santai bilang “bayar 5000 kok mau selamat”. Lho, ternyata Lion mirip becak ya?

***



No comments: