Wednesday, February 20, 2008

The Police Concert: February 4, 2008 (Part 2)

Ah ya, konsernya sendiri. Enam sekawan menempati posisi sayap kiri sekitar 50 meter dari panggung. Tidak paling bagus, tapi cukuplah mengingat inipun sudah posisi nomor 2 termahal. Lalu setelah menunggu sekitar ½ jam, panggung menggelap, lampu sorot menyala dan tampillah... band pembuka. Ehm.

Baiklah band tersebut, Fiction Plane, tidak jelek. Vokalisnya Joe Sumner, anak dari Gordon Sumner (kalau Anda tidak tahu siapa si bapak, musnahlah! Anda tidak pantas jadi penggemar the Police). Namun maafkan, sehebat apapun band pembuka tetap hanya band pembuka. Penonton memang bertepuk sopan setiap akhir lagu yang dibawakan. Tetapi bagaimana perasaan mereka yang di panggung? Apa mereka tidak tahu kalau setiap tepukan sebenarnya adalah harapan penampilan cepat selesai? Mungkin tidak lebih dari 7 lagu dibawakan, tidak bisa ingat tepatnya berapa. Namun itu sudah terlalu lama bagi penonton yang mendamba menu utama.

Yah, akhirnya toh berlalu sudah band pembuka diiringi sorak histeris bahagia: pergilah kau! Panggung kembali gelap sekitar 15 menit dan jantung berdebar menanti, tahu kalau yang berikut bukan basa basi lagi. Ini pastilah mereka! Dan panggungpun terang benderang...


“Just a cast away, an Island lost at sea...” dan gemuruhlah stadium dengan teriakan histeris penonton. Seperti penderita lumpuh yang secara ajaib tersembuhkan cipratan air suci Lourdess, begitu pula 10,000 penonton yang tadinya duduk malas mendadak langsung berdiri melompat-lompat. Suasana yang luar biasa. Dan dengan demikian dimulailah ritual upacara sekte pemuja 3 dewa Sting, Steward Copeland dan Andy Summers. Langkah pertama: melompat-lompat gembira, kedua: nyanyikan setiap bait lirik sampai tenggorokan kering dan parau, ketiga: bertepuk tangan sampai lengan pegal dan telapak kapalan. Ulangi sampai 2 jam.

Kemudian satu per satu keluarlah lagu wajib yang sudah pasti dihafal mati oleh anggota sekte pemuja the Police. De do do do de da da da, Invisible Sun, Synchonicity II, Walking on the Moon, Roxanne, King of Pain, Can’t Stand Losing You dst. Dibawakan nyaris tanpa jeda, Sting hanya sesekali berkomunikasi dengan penonton. Bukan hal yang penting memang karena yang diharapkan keluar dari kerongkongannya adalah lagu-lagu lawas the Police untuk dinyanyikan bersama. Andy Summers tampil santai, kontras dengan raungan gitarnya tapi kadang selaras dengan kocokan reggae-nya. Steward Copeland tampak beringas di belakang drum set, memungkiri kenyataan usianya yang sudah kepala 6. Dan Sting... yah, adakah yang masih perlu dikatakan tentang dia? Singkatnya, energi yang luar biasa.

Ritual pemujaan hanya sesekali berhenti untuk duduk istirahat, misalnya pada lagu Voices Inside My Head, Hole in My Life, Driven to Tears yang sedikit santai. Pada Wrapped Around Your Fingers, Steward Copeland khusus memainkan gong raksasa (apa itu namanya ya?) dan perkusi, dan untuk sementara meninggalkan drum setnya. Aransemen yang membuat sektor ritme lebih menonjol dari lainnya, tapi justru makin apik terdengar.

Setelah hampir dari 2 jam, ketiga dewa pamit mundur. Taktik biasa, untuk istirahat sebelum menggelar encore. Sesuai skenario, butuh suntikan tepuk tangan dan siulan tak henti selama 5 menit dari penonton agar mereka tampil lagi. Semua anggota sekte tahu, ada beberapa lagu wajib yang belum mereka bawakan seperti...

“Well someone told me yesterday...” dan dengan So Lonely mereka kembali menggebrak panggung. Histeria penonton meningkat, tahu bahwa ini sudah di ujung acara. Dan memang setelah beberapa lagu, konserpun ditutup dengan hit terbesar mereka: Every Breath You Take.

Dan selesailah semua. Kepuasan tidak terperi, mati esokpun rela sebab hidup terasa lengkap sudah. Apa lagi yang harus dicari? Kecuali mungkin...seteguk minuman segar (atau jadikan saja satu botol)...dan sesuap makanan pengganjal perut (sudahlah satu piring saja sekalian)...dan beberapa buku yang masih harus dibeli besok. Ah, nyatanya urusan duniawi masih padat, urungkan dulu kerelaan untuk mati besok.

Rombonganpun kemudian menghabiskan malam dengan nongkrong di pinggir kali, sambil makan sandwich dan minum Jack Daniel Cola yang dibeli di warung 7-11. Encore yang sempurna sungguh.

***

2 comments:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.