Boleh percaya apa nggak, gue udah mempersiapkan diri sejak lama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit yang diajukan anak gue. Lama banget, jauh sebelum dia lahir. Dari dulu gue udah sering mengajukan pertanyaan ke diri gue sendiri seolah-olah pertanyaan tersebut datang dari anak kecil, terus mikir gimana strategi menjawabnya.
Sebenernya pertanyaan anak kecil selalu sederhana, cuman bagaimana menjawabnya dengan level yang bisa dimengerti anak tanpa harus berbohong, itu yang sulit. Ya, seninya adalah bagaimana agar anak puas dengan jawaban yang diberikan, sekaligus menjadikan jawaban sederhana itu landasan untuk pemahaman lebih maju kalau dia udah gedean. Nggak sekedar ngeles gitu…
Contoh pertanyaan yang udah gue antisipasi dari dulu adalah sebagai berikut (catatan: percakapan ini adalah kisah nyata, walaupun didramatisir)
Y (Yuka 2.5 tahun): Ayah planet itu apa sih?
G (Gue): Planet itu bola besar yang muterin matahari.
Y: Besar gimana?
G: Besar banget, orang bisa berdiri di atasnya.
Y: Kenapa planet muterin matahari ayah?
G: Karena ada matahari, kalau nggak ada matahari planet pasti jalannya lurus.
Perhatikan, jawaban di atas didasarkan pada Hukum Gerak Newton 1: benda yang bergerak akan terus bergerak dalam lintasan lurus dengan kecepatan tetap bila tidak ada gaya lain yang memengaruhinya.
Y: Ayah pinter ya!
G: Iya dong…he he.
(catatan: nah, itu bagian yang didramatisir…)
Tapi memang ada pertanyaan-pertanyaan yang nggak bisa gue jawab. Tepatnya gue nggak tau apakah jawaban gue bisa dimengerti atau nggak. Kalau sudah terdesak begini coba gunakan pre-emptive delaying and evasive strategy seperti di bawah.
Y: Ayah, Tuhan itu cewek atau cowok?
G: Emmm….
Y: Terus, Tuhan itu baik atau jahat sih?
G: Eh…
Y: Ayah, ayah…
G: Yuka, mau main bola nggak sama ayah?
Y: Mau, mau…
G: ... (lolos untuk sementara)
Mungkin ada yang punya ide lain?
***
No comments:
Post a Comment